Minggu, 02 Desember 2012

ANALISA BORAX,

Analisis kuantitatif adalah analisa  kimia yang digunakan untuk menentukan “berapa”  kadar kandungan zat kimia yang ada pada sampel. Banyak metode yang dapat digunakan dalam menentukan kandungan zat kimia pada sampel melalui analisis kuantitatif. Salah satu metode yang digunakan adalah analisis volumetri yang didasarkan pada penggunaan besaran volume dalam perhitungannya. Salah satu caranya adalah cara titrasi yang dikenal dengan istilah metode titrimetri. Setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan standard yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya. Titran ditambahkan ke dalam larutan analit menggunakan peralatan khusus yang disebut buret sampai mencapai jumlah tertentu hingga tercapai titik ekivalen. Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit yang dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran. Kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator, sehingga terjadi perubahan pada indikator, yang biasanya ditunjukkan oleh perubahan warna. Kelebihan titran harus diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan titran tetes demi tetes agar tercapai kesalahan sekecil mungkin. Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran volume tidak selalu berkaitan dengan titrasi.  Jenis metodee titrimetri didasarkan pada jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu : asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Pada percobaan ini digunakan metode titrimetri yaitu asidimetri, suatu cara penentuan kandungan zat kimia pada sampel yang didasarkan pada penggunaan larutan standard asam.
Pada metode asidimetri ini dapat digunakan larutan standard asam HCl maupun asam sulfat (H2SO4), dengan ketentuan asam klorida baik digunakan untuk membentuk garam yang mudah larut pada temperatur biasa, sedangkan penggunaan asam sulfat baik digunakan pada titrasi yang memerlukan pemanasan sebab tidak mudah menguap, tetapi asam sulfat tidak baik digunakan apabila direaksikan dengan zat-zat yang mudah menguap. Sedangkan asam nitrat (HNO3) tidak dipakai karena mempunyai sifat yang tidak stabil dan mudah mengeluarkan gas NO, lagipula HNO3 adalah suatu oksidator kuat, sehingga dapat merusak indikator.
Larutan standard yang diinginkan biasanya dibuat dengan cara mengencerkan asam yang pekat. Tetapi dalam pengenceran sering diperoleh konsentrasi yang tidak tepat, hanya mendekati saja. Oleh karena itu perlu distandardisasikan melalui penggunaan senyawa kimia lain yang dapat mengakuratkan konsentrasi dari asam yang dihasilkan melalui standardisasi. Standardisasi terhadap larutan HCl dilakukan dengan menggunakan zat standard primer boraks  (Na2B4O7.10 H2O) dengan bantuan indikator metil orange (MO) untuk menentukan titik akhir titrasi dan titik ekivalensi. Tercapainya  titik ekivalen ditandai dengan perubahan warna larutan dari kuning muda menjadi merah muda kekuningan.
Dalam percobaan ini, setelah asam distandardisasi dengan larutan standard primer dan diketahui konsentrasinya, selanjutnya larutan asam ini dapat digunakan untuk menentukan kadar NH3 dalam sampel garam ammonium (NH4+) tertentu .

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys