PENGETAHUAN AWAL TENTANG PROTEIN
Dalam kehidupan sehari-hari kita
melakukan aktivitas. Untuk melakukan aktivitas itu, kita memerlukan energi yang
dapat diperoleh dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan
itu mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein,
dan lemak.
Protein merupakan biopolymer
polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida. Protein merupakan biopolymer yang multifungsi, yaitu sebagai
struktural pada sel maupun jaringan dan organ, sebagai enzim suatu biokatalis,
sebagai pengemban atau pembawa senyawa atau zat ketika melalui biomembran sel,
dan sebagai zat pengatur.
Selain itu protein juga merupakan
makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari
setengah berat kering pada hampir semua organisme. Protein merupakan instrumen
yang mengekspresikan informasi genetik. Protein mempunyai fungsi unik bagi
tubuh, antara lain menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk
pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, mengatur kelangsungan proses di
dalam tubuh, dan memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh
karbohidrat dan lemak.
Struktur protein tidak stabil karena
mudah mengalami denaturasi yaitu keadaan dimana protein terurai menjadi
struktur primernya, baik reversibel maupun ireversibel. Faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi
adalah pH, panas, pelarut, kekuatan ion, terlarut, dan radiasi. Denaturasi yang
berbahaya yaitu raksa (Hg) untuk pemurnian emas seperti yang terjadi di
Minamata, Jepang. Protein ada yang reaktif karena asam amino penyusunnya
mengandung gugus fungsi yang reaktif, seperti SH, -OH, NH2, dan –COOH. Contoh
protein aktif adalah enzim, hormon, antibodi, dan protein transport. Reaksi
protein aktif bersifat selektif dan spesifik, gugus sampingnya yang selektif
dan susunan khas makromolekulnya.
Ada berbagai cara dalam pengujian
terhadap protein yaitu dengan reaksi uji asam amino dan reaksi uji protein.
Reaksi uji asam amino sendiri terdiri dari 6 macam uji yaitu: uji millon, uji
hopkins cole, uji belerang, uji xantroproteat, dan uji biuret. Sedangkan untuk
uji protein, berdasarkan pada pengendapan oleh garam, pengendapan oleh logam
dan alkohol. Serta uji koagulasi dan denaturasi protein
Pada uji asam amino terdapat uji
bersifat umum dan uji bersifat uji berdasakan jenis asam aminonya. Seperti
halnya uji millon bersifat spesifik terhadap tirosin, uji Hopkins cole terhadap
triptofan, uji belerang terhadap sistein, uji biuret bereaksi positif terhadap
pembentukan senyawa kompleks Cu gugus –CO dan –NH dari rantai peptida dalam
suasana basa. Serta uji xantroproteat bereaksi positif untuk asam amino yang
mengandung inti benzena.
Analisis
protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri
atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode
Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible
(Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisa
Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan
asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein.
Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning
apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang
terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung
tirosin, fenilalanin dan triptofan
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan
protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam
oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi
Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan
di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut
3. Reaksi
Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro
dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada
larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi
merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol,
karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi
Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan
amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH
bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi
Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan
natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila
ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna
merah.
6. Metode
Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini
memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet
atau biru violet.
Analisa
Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke
dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit,
kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko
adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan
dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL reagen Biuret dan
200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Pendahuluan
Protein (akar
kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer
asam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen,
nitrogen
dan kadang kala sulfur
serta fosfor.
Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Wikipedia, 2007).
Protein
merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini
berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn
pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Kebanyakan
protein merupakan enzim
atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau
mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem
kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai
komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai
salah satu sumber gizi,
protein berperan sebagai sumber asam amino
bagi organisme
yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof) (Wikipedia, 2007).
Protein
merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup.
Selain itu, protein merupakan salah satu molekul
yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838 (Wikipedia, 2007).
Biosintesis
protein alami sama dengan ekspresi
genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi
menjadi RNA,
yang berperan sebagai cetakan bagi translasi
yang dilakukan ribosom.
Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam
amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein
yang memiliki fungsi penuh secara biologi (Wikipedia, 2007).
Struktur
tersier protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet
dan alpha-helix yang sangat pendek. Model dibuat dengan menggunakan
koordinat dari Bank Data Protein (nomor 1EDH) (Wikipedia, 2007).
Struktur
protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat
satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat
empat). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino
penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu,
struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai
rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan
hidrogen (Wikipedia, 2007).
Berbagai bentuk
struktur sekunder misalnya ialah alpha helix (α-helix,
"puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk
seperti spiral; beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"),
berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino
yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H); beta-turn,
(β-turn,
"lekukan-beta"); dan gamma-turn, (γ-turn,
"lekukan-gamma") (Wikipedia, 2007).
Gabungan dari
aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang
dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa
molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil
(misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.
Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco
dan insulin
(Wikipedia, 2007).
Tujuan Percobaan
Tujuan
praktikum kali ini adalah untuk mengetahui proses denaturasi protein pada
larutan albumin dengan pengendapan oleh logam, pengendapan oleh garam, uji
koagulasi, pengendapan oleh alkohol, dan pengendapan akibat perubahan pH.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam kegiatan praktikum kali ini antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi,
pipet, pipet tetes, pipet volumetrik, pengaduk, panjepit tabung reaksi, dan
penangas air.
Bahan yang
digunakan antara lain, albumin, HgCl2 2%, larutan Pb- Asetat 5%, larutan
AgNO3 5%, larutan (NH4)2SO4, air,
pereaksi milon, pereaksi biuret, larutan asam asetat 1M, HCL 0.1 M, NaOH 0.1 M,
buffer asetat pH 4.7, dan etanol 95%.
Prosedur
Percobaan
Prosedur
percobaan pengendapan protein oleh logam, ke dalam 3 ml albumin ditambahkan 5
tetes larutan HgCl2 5%, percobaan diulangi dengan larutan Pb-asetat
5% dan AgNO3 5%.
Prosedur
percobaan pengendapan protein oleh garam, mula-mula larutan protein dijenuhkan
dengan (NH4)2SO4 yang ditambahkan sedikit demi
sedikit, kemudian disaring ketika telah mencapai titik jenuh, dan diuji
kelarutannya dengan air, serta endapan diuji dengan pereaksi Millon, sedangkan
filtrat diuji dengan peraksi Biuret.
Uji koagulasi
dilakukan dengan cara 5 ml larutan protein ditambahkan dengan 2 tetes asam
asetat 1 M , kemudian tabung diletakkan dalam penangas selama 5 menit, setelah
itu endapan diambil oleh batang pengaduk, kelarutan endapan diuji dengan air,
dan endapan diuji dengan pereaksi milon.
Prosedur
percobaan pengendapan protein oleh alkohol, tabung reaksi pertama diisi larutan
albumin 5 ml dan HCl0.1 M dan etanol 95% sebanyak 6 ml. Pada tabung reaksi dua
diisi dengan 5 ml albumin yang ditambah dengan 1 ml NaOH 0.1 M dan Etanol 95%
sebanyak 6ml. Pada tabung tiga diisi 5 ml albumin, buffer asetat pH 4.7 sebanyak
1 ml dan etanol 95% sebanyak 6 ml, setelah itu diamati dan dibandingkan hasil
reaksinya.
Percobaan
terakhir, denaturasi protein, tiga tabung reaksi masing-masing diisi dengan 4.5
ml larutan albumin, di mana masing-masing tabung pada tabung pertama ditambah
dengan 1 ml bufer asetat, pada tabung II ditambah dengan 1 ml HCl 0.1 ml, dan
pada tabung III ditambah dengan 1 ml NaOH 0.1M, setelah itu masing-masing
dipanaskan selama 15 menit dan kemudian didinginkan pada temperatur kamar lalu
diamati reaksi yang terjadi, setelah itu pada tabung I dan II ditambah 5 ml
bufer aetat pH 4.7, hasil reaksinya diamati kembali.
Hasil
Pengamatan
Tabel 1
Pengendapan Protein Oleh Logam
Logam
|
Hasil
|
Keterangan
|
HgCl2
Pb-Asetat
AgNO3
|
++
+
+++
|
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan putih susu
|
Keterangan :
+ : Endapan
sedikit
++ : Endapan
banyak
+++ : Endapan
sangat banyak
Tabel 2 Pengendapan Oleh Garam
Uji
|
Hasil
|
Keterangan
|
Larut
dengan air
Dengan
pereaksi Millon
Dengan
pereaksi Biuret
|
+
+
+
|
Endapan berbentuk butiran
Endapan berwarna kemerahan
Larutan berwarna violet atau ungu muda
|
Keterangan :
+ : Reaksi positif
- :
Reaksi negatif
Tabel 3 Uji koagulasi terhadap
protein
Uji
endapan
|
Hasil
|
Keterangan
|
Larut
dengan air
Dengan pereaksi
Millon
|
-
+
|
Tidak larut
Endapan merah bata
|
Keterangan :
+ : Reaksi positif
-
: Reaksi negatif
Tabel 4 Pengendapan Oleh Alkohol
Tabung
|
Reaksi
|
Keterangan
|
(HCl)
(NaOH)
Buffer asetat
|
+
++
+++
|
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan
putih susu
|
Keterangan :
+ : Endapan
sedikit
++ : Endapan
banyak
+++ : Endapan
sangat banyak
Tabel 5 Denaturasi protein
Tabung
|
Reaksi
|
Keterangan
|
(HCl)
(NaOH)
Buffer asetat
|
++
+
+++
|
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan putih
susu
|
Keterangan :
+ : Endapan
sedikit
++ : Endapan
banyak
+++ : Endapan
sangat banyak
Pembahasan
Larutan protein
yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan albumin. Albumin adalah
protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin
terdapat dalam serum darah dan putih telur (Poedjiadi, 1994).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Denaturasi protein
meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan
tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk
memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah
proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur
sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat
jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan
hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar,
yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses
presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, 2003).
Denaturasi,
koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein
adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup
perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau
kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi
adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002).
Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reveresibel
(Poedjiadi, 1994).
Panas dapat
digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar.
Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat
sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami
denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna
protein tersebut (Ophart, 2003).
Pemanasan akan
membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun.
Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi
non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan
kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada
kisaran suhu yang sempit (Ophart, 2003).
Seperti asam
amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan
positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion
positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik
isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga
tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di
antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang
berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada
umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada
pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik
isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah
pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).
Adanya gugus
amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan
protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat
bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap
asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan
karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi
dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam
larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau
bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas
akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).
Garam logam
berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan
yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein
mengalami denaturasi. Secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang
terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa
kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+, Ca++, Zn++,
Hg++, Fe++, Cu++, Co++, Mn++
dan Pb++. Selain gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R
pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau
senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan
ion Ag+ atau Hg++ (Poedjiadi, 1994). Dari hasil percobaan
diketahiu bahwa reagsi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan,
endapan yang paling banyak dihasilkan oleh AgNO3 diikuti HgCl2
dan Pb-asetat. Logam Ag dan Hg lebih reaktif daripada Pb kerena kedua logam
tersebut merupakn logam transisi pada sistem periodik unsur. Garam logam berat
sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi
sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Hal ini seperti denaturasi oleh
raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi di Minamata, Jepang.
Kelarutan
protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam
anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan
protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan
berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi
karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara
garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam
anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein
akan berkurang (Winarno, 2002). Larutan albumin dalam air dapat diendapkan
dengan penambahan amoniumsulfat ((NH4)2SO4) hingga
jenuh (Poedjiadi, 1994). Setelah larutan albumin dijenuhkan dengan (NH4)2SO4,
uji kelarutan endapan yang terjadi dengan air menunjukkan hasil positif
(endapan larut membentuk butiran). Kemudian butiran direaksikan dengan pereaksi
milon, dan bereaksi positif dengan ditandai endapan berwarna kemerahan. Uji
filtrat dengan pereaksi biuret juga menunjukkan hasil poisitif yang ditandai
larutan berwarna ungu violet. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi
milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin, sedangkan
pengujian filtrat dengan pereaksi biuret bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya gugus amida pada filtrat yang dihasilkan.
Protein akan
mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih.
Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya
(Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar
4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga
saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal
ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60oC
kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi
energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup
kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang
menyebabkan koagulasi (Blogspot, 2007). Pada uji koagulasi, penambahan asam
asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa
terkoagulasi. Hasil uji kelarutan endapan dengan air menunjukkan hasil negatif.
Setelah endapan diuji dengan pereaksi millon, warna berubah menjadi merah bata
yang artinya terjadi reaksi positif. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan
pereaksi milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin.
Protein dapat
diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengubah
(mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein
berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap
air (Blogspot, 2007). Pada uji pengendapan protein oleh alkohol endapan yang
paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh NaOH dan HCl. Buffer
asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang sama
dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90). Sedangkan pada reaksi denaturasi
albumin tanpa penambahan alkohol, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh
buffer asetat, diikuti oleh HCl dan NaOH ; penambahan bufer asetat bertujuan
agar pH isolistrik tercapai, sehingga albumin dapat terdenaturasi.
Kesimpulan
Denaturasi
protein adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder,
tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan
kovalen. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol. Adanya
gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein,
menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat
amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Garam logam berat seperti Ag,
Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Kelarutan protein akan
berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik,
akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Protein dapat diendapkan
dengan penambahan alkohol.
Rabu, 2008 Agustus 27 | Label: Biokimia | |
Protein
adalah suatu senyawa organik yang berbobot molekul tinggi berkisar antara beberapa
ribu sampai jutaan. Protein ini tersusun dari atom C,H,O dan N serta unsur lain
nya seperti P dan S yang membentuk unit-unit asam amino. Asam amino ini dapat dibagi
menurut struktur kimianya (alifatik,aromatik,heterosiklik) atau menurut gugus
R-nya.
Protein
adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan
oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu
dengan susunan yang sudah tertentu pula dan bersifat turunan. Pada pH 7 atau lebih,
protein selalu bermuatan negatif,muatan positif dan non logam menetralkan muatan
protein tersebut dan protein tidak larut lagi.
Sifat-sifat
asam amino yaitu hampir semua asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
non polar/organik seperti eter,kloroform dan aseton kecuali asam karboksilat baik
yang alifatik maupun aromatik dan amina organik. Kristal asam amino mempunyai titik
leleh yang agak tinggi.
Penentuan Jumlah dan jenis asam amino
Ikatan
peptida yang menghubungkan asam amino terlebih dahulu diputus dengan hidrolisisis.
Asam amino yang telah bebas kemudian diidentifikasi dengan cara kromatografi atau
elektroforesisi. Jumlah asam amino ini kemudian dihitung setelah mereaksikannya
dengan ninhidrin tau reaksi warna yang bersifat khas atau dengan spektrum asam
amino aromatis dan lain-lan. Ikatan peptida dapat puladihidrolisisi dengan asam,basa
atau enzim.
Beberapa
Reaksi Protein
1. Dengan
asam mineral pekat = akan mengendapkan protein tetapi endapan ini akan larut kembali
jika asam berlebihan.
2. Basa
tidak menyebabkan pengendapan protein tetapi mengakibatkan hidrolisis dan dekomposisi
oksidatif.
3. Logam-logam berat
mengendapkan protein, bergantung pada suhu dan elketrolit lain. Merkuri klorida
dan perak nitrat membentuk endapan yang tidak dapat dilarutkan lagi sedangkan sulfat
dan feriklorida menghasilkan endapan yang dapat dilarutkan kembali.
4. Pereaksi
alkoloidal seperti asam trikloroasetat, asam tannat, asam fosfotungstat, asam fosfomobolibdat
berfungsi sebagai pengendap protein bila pH larutan lebih asam daripada titik isolistrik
protein tersebut.
5. Alkohol
atau pelarut organik lain adalah juga pengendap protein dan lebih efektif pada titik
isolistrik protein.
6. Panas
menyebabkan koagulasi protein dengan suhu efektif berkisar antara 38-750C.
beberapa faktor mempengaruhi koagulasi ini tetapi protein paling mudah berkoagulasi
pada titik isolistriknya. Koagulum tidak larut kecuali jika pelarutnya dapat menghidrolisis
atau memecahnya.
Beberapa
Reaksi Warna Protein
1.
Reaksi Millon
Reaksi
ini digunakan untuk memerikasa adanya triftofan dalam molekul protein. Tambahkan 3 sampai
4 tetes pereaksi millon kedalam 5 ml larutan protein. Campur dan panaskan. Endapan putih segera
timbul yang dengan pelan berubah menjadi merah. Reaksi ini tidak dapat berlangsung
jika protein tidak mengendap dengan asam pekat.
2.
Reaksi Biuret
Tambahkan basa dan 2-3 tetes larutan Cu-sulfat (kurang lebih
0,02 persen). Perubahan warna terjadi, bergantung pada jenis protein. Percobaan
ini khas untuk ikatan peptida.
3.
Reaksi Xantoprotein
Asam
nitrat yang ditambahkan ke dalam larutan protein menyebabkan warna kuning yang kemudian
berubah menjadi oranye jika ditambahkan basa. Reaksi ini terjadi jika di dalam
protein didapatkan asam amino dengan inti aromatik seperti triftopfan, tirosin,
dn fenilalanin.
4.
Percobaan Hopkins-Cole
Reaksi
ini khas untuk asam amino triptofan. Bahan yang mengandung triptofan membentuk warna
violet pada batas antara bahan dan asam glioksilat.
5.
Reaksi Ninhidrin
Reaksi
ini berguna untuk semua senyawa protein yang mengandung sekurang-kurangnya satu
gugus karboksil dan satu gugus amino yang bebas.
Denaturasi
Protein
Kebanyakan
protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu
berubah melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi.
Karena enzim juga merupakan suatu protein, maka jika terjadi denaturasi, enzim akan
kehilangan aktivitas biologisnya. Dalam hal ini ikatan peptida tidak berubah
yang berubah adalah bentuk lipatannya. Proses kembali ke bentuk asal setelah terjadi denaturasi disebut
renaturasi. Untuk pengembalin ini tidak diperlukan bahan kimia, biasanya terjadi
karena perubahan pH atau suhu.
Beberapa prinsip Reaksi Protein :
Prinsip dasar : Albumin dengan dipanaskan secara terus menerus di atas
api akan tercium bau rambut terbakar, hal ini menunjukkan bau khas dari senyawa
nitrogen. Selain itu dengan pemanasan yang terus-menerus akan terbentuk arang
yang menunjukkan adanya unsure karbon. Pada bagian atas dinding tabung reaksi didapatkan titik-titik
uap air. Adanya uap air menunjukkan adanya unsur
hidrogen.
Kelarutan
Protein
Tujuan
: untuk menunjukkan kelarutan protein tertentu terhadap macam-macam pelarut.
Prinsip
dasar :
Kelarutan
dari jenis-jenis protein dapat dibedakan keadaannya, hal ini tergantung pada jenis
dan macam pelarut yang cocok. Contoh : albumin dapat larut dalam air, asam encer, garam
encer, akali encer.
Uji
Biure
Tujuan
: untuk menunjukkan adanya ikatan peptida yang membentuk suatu protein.
Prinsip
Dasar: Biuret didapat dari pemanasan urea pada 80 C.
3 komentar:
Terimakasih infonya. Kunjungi balik ya... :)
http://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/
Terimakasih infonya. Kunjungi balik ya... :)
http://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/
mohon bantuan referensi metode analisa protein terlaut menggunakan kjedhal...matur nuwun...
Posting Komentar